Bab 12
Bab 12
Asta menatap dalam pada wajah Samara, dan bibirnya yang tipis terangkat : “Nona Samara, tingkat kewaspadaan Anda memang tidak biasa. Tapi, hal apa yang kamu bayangkan akan kulakukan padamu?” Samara yang ditatap oleh sepasang mata itu merasa tidak nyaman. Tatapan pria itu menjelajahi wajah kecilnya, seolah-olah dia bisa melihat ke dalam jiwanya. Samara tidak hanya terpikir soal rumor Asta yang ada diluar, yang mengatakan bahwa dia adalah sosok yang superior dan kuat, serta sulit dibodohi. Yang Asta sukai, tidak pernah tidak didapatkan olehnya. Dia juga tidak sepenuhnya mengabaikan Asta sebelumnya, hanya saja dia tidak ingin terlibat dengan pria berbahaya seperti itu. “Tuan Muda, makan malam sudah siap.” Pak Michael datang untuk melaporkan. Bibir Asta sedikit terangkat : “Nona Samara, mari makan bersama, silahkan cicipi keahlian memasak koki saya.” Samara juga tidak ragu-ragu, dan ikut bersama Asta menuju meja makan. Hidangan lezat sudah memenuhi meja makan, Samara duduk dan mulai makan, dia langsung tercengang dengan keahlian memasak koki Keluarga Costan pada suapan pertama, tapi dia bisa menahan dirinya, dan akhirnya bisa makan bersama dengan Asta dengan lega. Dan saat mereka hampir selesai makan, ponsel Asta tiba-tiba berdering. “Maaf, saya tinggal sebentar ya.” “Silahkan.” Setelah Asta pergi, Samara akhirnya merasa lebih lega. Dia menghabiskan sepiring nasi hanya dalam beberapa suap, dan Asta pun tidak terlihat mempersulitnya. Lantas apakah dia sendiri yang berpikiran jahat dan menganggap Asta adalah orang jahat? Samara yang hendak membersihkan sisa makanan di piringnya, tiba-tiba merasakan kelembutan yang dingin di pahanya. Apa ini? Samara melihat ke bawah dan melihat seekor ular seputih salju melilit betisnya, merangkak naik sedikit demi sedikit. Mata ularnya seperti batu amber yang jernih, dan dia tidak berhenti menjulurkan lidahnya… Dia berbeda dengan Samantha yang sejak kecil tumbuh besar di kota, sebelum dia berumur 19 tahun, dia tinggal di perdesaan, dan dia sudah sering menjumpai ular di sawah maupun anak sungai, bukan hanya tidak takut ular, saat itu dia dan teman-temannya bahkan sering menangkap ular. Dan setelah dia pindah ke kota, Samara sudah jarang menemukan ular. Samara meletakkan sumpitnya dan menangkap ular kecil yang melilit betisnya, lalu perlahan-lahan mengusap kepala ular itu : “Halo, kamu cantik sekali, apa jangan-jangan kamu jelmaan siluman ular putith?” Kalau ular ini tidak ada pemiliknya, Samara berencana membawanya pulang untuk dijadikan hewan peliharaannya Javier. “Kamu tidak takut pada Snowy?”
suara seorang anak kecil terdengar. “Sno..snowy?” Tatapan Samara beralih dari Snowy menuju ke anak laki-laki yang ada didepan pintu ruang makan. Anak laki-laki itu sangat menawan, matanya yang hitam dan besar menatap padanya, aura menawannya bahkan tidak kalah dari putranya, Xavier dan Javier. Bahkan jika dilihat lebih dekat, dia memiliki alis yang mirip dengan Xavier dan Javier, mungkin karena kemiripan itu, Samara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Samara membawa ular itu dan menghampiri Oliver, lalu berjongkok dihadapannya. “Apakah ular kecil ini milikmu? Lucu sekali!” Samara tersenyum, sambil menatap mata anak itu : “Namanya Snowy ya?” Anak itu cemberut lalu mendengus : “Kamu jelek, tapi lumayan berani, kamu jauh lebih baik dibandingkan bibi yang berteriak histeris saat melihat Snowy.” “Huh, kembalikan dia padaku.” Samara meletakkan ular putih itu pada tangan kecil Oliver. Oliver kembali mendengus, tapi dia tidak bisa berhenti menatap wajahnya : “Tadi saya mengatakan kamu jelek, kenapa kamu tidak marah?” Samara memang memakai topeng wajah itu untuk terlihat jelek, jadi tentu saja dia tidak keberatan dengan apa yang dikatakan anak itu. “Kan memang jelek, kenapa harus marah?” Tangan kecil Samara mengusap-usap kepala Oliver : “Lagipula, kalau sudah jelek lalu marah, bukannya akan menjadi lebih jelek lagi?” Oliver yang sudah berusia 5 tahun tidak pernah diusap kepalanya oleh orang lain selain kakeknya. Ayahnya juga tidak pernah menyentuhnya, dan orang lain tidak memiliki keberanian itu, bahkan wanita yang melahirkannya pun, akan takut dengan kata-katanya dan tidak berani dekat-dekat dengannya. Oliver yang kepalanya diusap oleh bibi ini merasakan kehangatan yang tak terlukiskan di hatinya. Dia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya…. “Kamu…Kamu….” anak kecil itu mengepalkan tinjunya. “Hm? Ada apa?” Samara menghentikan gerakannya dan mendongak untuk melihat Oliver. “Hei wanita, kamu sudah mengusap kepalaku, kamu harus bertanggung jawab padaku.” Tatapan Oliver terpaku dan berkata : “Jadilah wanitaku ya, saya bersumpah akan melakukan yang terbaik untuk melindungimu, dan tidak akan ada orang yang bisa menganggumu!” “Pftt—-” Samara tidak bisa menahan tawanya dan menggelengkan kepalanya. Usia bocah ini tidak jauh dari anaknya Xavier dan Javier, lalu sekarang dia malah mengutarakan perasaannya? Yang paling penting adalah penampilannya yang menggemaskan dan imut, tetapi perkataannya malah mengundang gelak tawa orang yang mendengarnya. “Apa yang kamu tertawakan?” Wajah tembem Oliver menjadi serius :
“Tidak banyak wanita yang pantas untukku, kamu yang pertama. Karena saya dan Snowy tidak membencimu, maka hari ini kamu menetaplah di sisiku…” Samara bertanya-tanya apakah ayah anak itu akan mengalami pendarahan otak jika dia mendengarnya perkataan putranya itu. Dan saat dia sedang memikirkan hal itu, sesosok tinggi dan ramping berjalan masuk dari arah ruang tamu. Mata pria itu setajam pedang, dan suaranya dingin : “Oliver.”This content belongs to Nô/velDra/ma.Org .